Senin, 21 April 2008

JAWABAN

Tugas I dan II Bimbingan Konseling

Jawaban Tugas. I

I. Pengertian Motif dan Motivasi

Seorang siswa tekun mempelajari buku sampai malam, tidak menghiraukan lelah dan kantuknya. Jika kita perhatikan si siswa dan si petani itu, timbul pertanyaan pada diri kita : Mengapa mereka lakukan atau bekerja seperti itu ? atau dengan kata lain : Apakah yang mendorong mereka untuk berbuat demikian? Atau : Apakah motif mereka itu?

Dari contoh di atas jelas bahwa yang dimaksud dengan motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Apa saja yang yang diperbuat manusia, yang penting maupun kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya.

Juga dalam soal belajar, motifasi itu sangat penting. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar. Di sekolahan seringkali terdapat anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan sebagainya. Dalam hal demikian berarti bahwa guru tidak berhasil memberikan motifasi yang tepat untuk mendorong agar ia bekerja dengan segenap tenaga dan pikirannya.

Benyak bakat anak tidak berkembang karena tidak diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semua tidak terduga. (Purwanto, 2002 : 60-61).

Motivasi ialah suatu proses untuk menggalakkan sesuatu tingkah laku supaya dapat mencapai matlumat-matlumat yang tertentu. Konsep motivasi memang susah difahami kerana kesannya tidak dapat diketahui secara langsung. Seseorang guru terpaksa melibatkan proses berbagai motif kelakuan seseorang yang diukur dari segi perubahan, keinginan, keperluan dan matlamatnya. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Motivasi).

Motivasi masih sukar diukur akan kelakuan itu tidak hanya disebabkan oleh sesuatu motif atau desakan sahaja, tetapi ada faktor-faktor yang membuatkan seseorang itu terdorong untuk berbuat sesuatu.

Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau menyelakan perasaan tidak suka itu. (Sudirman, 2001:73).

Istilah ”motif” dan ”motivasi” keduanya sukar dibedakan secara tegas. Dijelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah ” pendorongan” suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Purwanto, 2002: 71).

Sesuatu organisme yang dimotivasi akan terjun dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien dari pada yang tanpa dimotivasi. Motivasi hanya mempertanggungjawabkan penguatan aspek-aspek perilaku, dan bahwa mekanisme lainya ( yaitu belajar, dan kognisi) berlaku untuk mengarahkan prilaku. (Taufiq, 1996:5).

Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia.

a. Menggerakan berarti menimbulkan kekuatan pada individu, memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon efektif, dan kecenderungan mendapat kan kesenangan.

b. Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.

c. Untuk menjaga atau menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan – dorongan dan kekuatan – kekuatan individu.

Motifasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan – kekuatan yang kompleks, dorongan – dorongan, kebutuhan – kebutuhan, pernyataan – pernyataan, atau mekanisme – mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan – kegiatan yang inginkan ke arah penciptaan tujuan – tujuan personal. (Purwanto, 2002 :72).

- Motivasi belajar

Waktu masih remaja, kita mempunyai kemampuan untuk belajar dan melihat kelalaian masa lalu. Ketika kita mulai mengikuti ajaran-ajaran keluarga, sekolah, dan lingkungan, motivasi kita di awal tahun berganti dari tujuan kita ke menyenangkan orang lain, dan sering kali keinginan kita untuk belajar penderitaan. (www.studygs.net/indon/motivation.htm www.studygs.net/indon/motivation.htmwww.studygs.net/indon/motivasi.htm).

Bagaimana siswa bisa motivasi diri sendiri?, bagaimana siswa dapat :

a. mengakui rasa penemuan anda

b. bertanggung jawab pada pelajaranmu

c. menerima resiko dari belajar dengan kepercayaan, kemampuan, dan otonomi

d. mengakui bahwa "kegagalan" adalah sukses:
belajar dari kegagalan alalah dengan jalan yang sama belajar apa

e. merayakan prestasi anda jika dapat mencapai tujuan anda.

Perjalanan motivasi dalam diri sentiasa berpusing dan berubah serta memerlukan peningkatan ganjaran. Motivasi seseorang siswa bermula dengan usahanya. Usahanya dipengaruhi oleh tekanan positif dan tekanan negatif yang dialami. Tekanan positif ini termasuklah keinginan mendapatkan ganjaran penilaian atau peningkatan prestasi dalam belajar. Tekanan negatif pula mungkin dalam bentuk ketidakupayaan menyempurnakan harapan, dan sasaran yang dikehendaki.

Jadi memotivasi bukan sekadar mendorong atau bahkan memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh motivasinya.

Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang, yaitu:

a. Motivasi pertama yang didasarkan atas ketakutan (fear motivation). Dia melakukan sesuatu karena takut jika tidak maka sesuatu yang buruk akan terjadi, misalnya siswa patuh pada gurunya karena takut dikenai sangsi jika melakukan kesalahan yang akan berakibat nilai akan jelek.

b. Motivasi kedua adalah karena ingin mencapai sesuatu (achievement motivation). Motivasi ini jauh lebih baik dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan di dalamnya. Siswa mau melakukan sesuatu atau belajar karena dia ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi tertentu.

c. Motivasi yang ketiga adalah motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam (inner motivation), yaitu karena didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih (love) pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya belajar bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya. ( http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/01/4/man01.html)

Untuk menjadi manajer pada diri sendiri yang efektif dan dapat memotivasi untuk mencapai sasaran, maka ada tiga hal yang harus dilakukan.

a. Pertama adalah membangkitkan inner motivation dari seorang siswa dengan menetapkan berbagi sasaran yang akan dicapai. Motivasi yang benar akan tumbuh dengan sendirinya ketika seseorang telah dapat melihat visi yang jauh lebih besar dari sekadar pencapaian target. Sehingga setiap siswa dalam belajar dengan lebih efektif karena didorong oleh motivasi dari dalam dirinya.

b. Kedua dan ketiga yang perlu dilakukan oleh seorang efektif adalah memberikan pujian yang tulus dan teguran yang tepat. Kita dapat membuat orang lain melakukan sesuatu secara efektif dengan cara memberikan pujian, dorongan dan kata-kata atau gesture yang positif. Dapat menempatkan ini sebagai prisip pertama dan kedua dalam menangani manusia, yaitu:

1). jangan mengkritik, mencerca atau mengeluh, dan

2). berikan penghargaan yang jujur dan tulus.

2. Potensi bawaan

Setiap ciptaan mempunyai talenta alami yang unik di dalam dirinya. Talenta bawaan itu akan menjadi sempurna secara alami. Artinya, bila seseorang menyadari bahwa kekuatan bawaannya yang dimilikinya misalkan talenta seorang orator (communicator) maka dengan berlatih guna memperoleh skill dan mempelajari teknik-teknik berkomunikasi dan berbicara (knowledge) maka dia akan mampu mencapai penampilan puncak yang sempurna (best performance)nya sebagai orator. Maka sebenarnya dalam pemilihan jurusan bagi anak-anak kita, sebaiknya disesuaikan dengan bakat bawaan (talenta innate) yang mereka miliki. Saat ini test potensi bawaan ini seperti Strengths Finder, MBTI dan DISC Profile telah dapat digunakan untuk memahami potensi bawaan seseorang. Biasanya siswa yang memilih jurusan sesuai dengan potensi bawaannya, seolah telah mempersiapkan karir yang nanti akan memberinya kepuasan dan kebahagiaan. Sebaliknya mereka yang dipaksa mengikuti jurusan yang sebenarnya tidak seusai dengan potensi bawaannya, sering mengalami kesulitan dalam meniti karir, bahkan stress dalam menjalani jurusan tersebut.

3. Pengaruh Lingkungan terhadap Individu Siswa

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu siswa, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.
Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.
Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :
1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.
Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.
Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.
2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individu
Lingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.
Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :

  1. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
  2. Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
  3. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
  4. Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga dikamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.

4. Keunikan Pribadi

Anak berbakat memiliki karakteristik kepribadian yang unik. Umumnya mereka memiliki minat yang kuat terhadap berbagai bidang yang menjadi interestnya. Sangat tertarik terhadap berbagai persoalan moral dan etika. Sangat otonom dalam membuat keputusan dan menentukan tindakan. Sejumlah karakteristik yang unik ini jika tidak dipahami dengan benar oleh para pendidik dan orang tua maka akan menimbulkan persepsi seolah-olah anak berbakat adalah individu yang keras kepala, tidak mau kompromi bahkan ada yang secara ekstrim menilai anak berbakat rendah sikap prososialnya.

Mempertimbangkan keunikan karakteristik kepribadian anak berbakat seperti tersebut di atas maka diperlukan cara-cara khusus dalam mengelola atau memfasilitasi kegiatan berlajar anak berbakat. Sikapnya yang otonom dipadu dengan task commitment yang tinggi dan minatnya terhadap banyak aspek kehidupan serta nilai-nilai moral maka wajar jika anak berbakat memiliki perilaku belajar yang berbeda dengan anak umum.
Dalam belajar, anak-anak berbakat memiliki self regulated yang kuat dan positif untuk menunjang keberhasilannya. Mereka mampu menentukan sendiri tujuan belajarnya, mampu menumbuhkan rasa mampu diri (self-efficacy ) untuk meraih target yang hendak dicapai, penataan lingkungan untuk menopang pencapaian target, menentukan sendiri bagaimana mendapatkan social support agar dapat sukses, melakukan evaluasi diri dan memonitor kegiatan belajarnya. Hal inilah yang membedakan anak berbakat dengan anak-anak biasa.

Jawaban Tugas. II

B. Jelaskan Teori Belajar seperti di bawah ini:

  1. Teori Belajar Behaviorisme

Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar. Prinsip-prinsip teori behaviorisme:

- Obyek psikologi adalah tingkah laku

- semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek

- mementingkan pembentukan kebiasaan

2. Teori belajar Kognitif atau teori pemrosesan informasi

Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikoloig kognitif memandang beljar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.

  1. Teori belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
  1. Teori belajar Alternatif konstruktivisme.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa

Kamis, 03 April 2008

PermasalahanYang Dapat Diangkat Dari Silabus Anak SMA Kelas 11

Dari masalah yang dapat saya ambil dari silabus anak SMA kelas sebelas salah satunya adalah tentang sulitnya anak bertoleransi beragama didalam perbedaan keyakinan antara satu sama lain. Karena mereka menggap bahwa agama mereka satu sama lain dianggap paling benar.

Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negeri Indonesia yang menyatakan keanekaragaman orang, sosial, budaya, agama, dan lain-lain yang mengisi bumi pertiwi ini. Suatu konflik akan dekat kehadirannya dalam suatu keanekaragaman. Konflik mempunyai sisi negatif yang kental yang seyogyanya harus dihindari. Konflik dapat menimbulkan huru-hara dan kehancuran di muka bumi ini. Toleransi datang sebagai obat untuk menghilangkan konflik. Toleransi antar umat beragama menjadi salah satu ciri utama negara Indonesia, disamping prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, dan gotong royong. Agama Islam yang merupakan agama terbesar yang ada di bumi Indonesia terlihat turut mengusung toleransi antar umat beragama tersebut, dengan acuan hukum “lakum dinnukum waliadin”, bagimu agama-mu bagiku agama-ku.

Oleh karena itu, kita sebagai pembimbing harus mengarahkan atau mendidik mereka dan menjelaskan kepada mereka agar mereka dapat mengerti dan dapat bertoleransi tentang perbedaan keyakinan tersebut. didalam permasalahan tersebut kita dituntut untuk dapat benar-benar meyakinkan kepada anak bahwa perbedaan suatu keyakinan bukanlah hal yang tidak baik. Akan tetapi hanya cara penyampaiannya saja yang berbeda. Sebagai guru pembibing kita dituntut untuk sabar dan tidak menyerah dalam mendidik anak didik kita.

Toleransi antarumat beragama atau toleransi antarmazhab umat seagama hingga kini masih diselimuti persoalan. Klaim kebenaran suatu agama atau suatu mazhab mendorong penganutnya untuk memaksakan kebenaran itu terhadap kelompok lain. Lebih tragis lagi ketika penyebaran kebenaran itu disertai aksi kekerasan yang merugikan korban harta benda dan jiwa. Fenomena kekerasan antar pemeluk agama hampir terjadi di seluruh belahan dunia

Senin, 24 Maret 2008

perkembangan remaja


Perkembangan Remaja Putra-Putri (I)

Sumber Bahan
STUDY ANALISIS DI BALIK PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

Oleh : Kiko
Ketum HMI Komoisariat Warmadewa

Mungkin fakta bahwa saya seorang imigran di Amerika Serikat membuat saya merasakan bahwa permasalahan identitas menduduki tempat utama dalam semua gangguan yang kita hadapi masa kini, mereka, para imigran pertama-tama melepaskan segala identitas nasional yang lama pada skala sangat besar untuk dapat memperoleh satu negara baru.
Kata seorang psikonalis Erik H. Erikson, oleh masyarakat Amerika memberinya julukan "Guru Masa Kini". Bertolak dari uraian diatas bahwa. Konsep identitas dalam psikologi umumnya menunjuk kepada satu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi yang pada dasarnya tidak pernah terpisahkan meskipun terjadi perubahan-perubahan selama fase perkembangan hidup.
Orang yang dalam proses mencari identitas adalah orang yang ingin menentukan siapa dan bagaimana dia pada saat sekarang ini dan siapa atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang.
Jika ungkapan tersebut muncul pada diri seseorang baru pada saat itu manusia memperoleh suatu pandangan jelas tentang diri, tidak meragukan tentang identitas batinnya sendiri serta mengenal peraya dalam masyarakat, tetapi ini baru mungkin apabila ia sadar akan kelemahan dan kelebihan yang dia miliki seperti kesukaannya dan ketidak sukaannya, aspirasinya, tujuan masa depan yang di antisipasi dan perasaan bahwa dia dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya sendiri.
Pemuda sebagai Embrio Regenerasi suatu bangsa memiliki masa adelonsia dimana pemuda untuk pertama kali secara diminitif harus menentukan siapakah dan apakah dia ketika itu dan ingin menjadi siapa dan apa dia di masa depan, (Masa Adelonsia yang sangat kental terhadap "Krisis Identitas").
Identitas memiliki identifikasi sebagai suatu kesadaran yang dipertajam dan sebagai suatu kesatuan unik yang menjaga kesinambungan arti penjelasan di masa lampau bagi dirinya sendiri dengan orang lain. Menurut De Levita Aspek-aspek Identifikasi Identitas adalah :
- Identitas sebagai intisari seluruh kepribadian yang tetap tinggal sama walaupun berubah ketika menjadi tua serta dalam dunia sekitar.
- Identitas sebagai keserasian peran sosial yang pada prinsipnya dapat berubah dan berubah-ubah.
- Identitas sebagai "bagai hidupku sendiri" yang berkembang dalam tahap-tahap terdahulu dan menentukan bagaimana peran sosial itu dapat terwujud.
- Identitas sebagai suatu yang khas pada tahap Adelonsasi yang dapat berubah dan dipahami setelah setiap Adelonsasi.
- Identitas sebagai pengalaman subyektif.
- Identitas sebagai kesinambungan diri sendiri dengan orang lain.
Proses terjadinya identitas dapat diungkapkan juga secara abstrak. Identitas ialah suatu proses restrukturisasi segala identifikasi dan pengalaman terdahulu, seluruh identitas fragmeter baik dan buruk, atau positif negatif diolah dalam perspektif suatu masa depan yang diartisipasi, manusia merupakan identitasnya, apabila dia dapat menggabungkan pengalaman-pengalaman tersebut menjadi tatanan baru yang positif.
Tahap khas dari krisis identitas sebenarnya adalah masa Adelonsia, yaitu saat pemuda mencoba-coba dengan berbagai macam konfigurasi dari identitas positif dan negatif seperti mencoba mode berpakaian, mengikuti peran aktor atau artis yang disenangi untuk akhirnya menetapkan mana yang cocok. Karena masa Adelonsia adalah masa peralihan di finitif dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pendapat Eriksen tentang pembentukan identitas adalah : akhirnya pembentukan identitas pada saat identifikasi tidak dapat …… 187.
Dengan demikian penentuan identitas sesungguhnya baru bermula pada masa Adolensasi. Namun hal itu belum bisa menjadi patokan karena masih bersifat dinamis, selalu berkembang dan senantiasa berubah-ubah sepanjang hidup individu. Erikson juga berpendapat bahwa identitas pada hakikatnya bersifat "psikososial" karena pembentukan identitas memiliki hubungan timbal balik pada diri sendiri ditengah-tengah masyarakat. Freud berpendapat identitas adalah rasa kerasan, suatu konstruksi pada diri sendiri, yang mengikat individu itu pada anggota rasnya dan kelompoknya.
Jadi masalah identitas ialah masalah bagaimana suatu kesinambungan ditentukan antara masa lampau dan masa depan masyarakat, dimana identitas pemuda sebagai transformator kritis dari kedua masa sosial tadi. Identitasnya yang unik dalam diri sendiri, tetapi dia juga ingin tahu jenis manusia apakah dia, seorang Jerman, Amerika, atau Indonesia orang hitam atau putih, seorang pegawai, petani, pelajar atau seorang Maha guru dan sebagainya.
Sebagaimana telah dikatakan, tahap yang menentukan pembentukan identitas adalah masa adolesensi yang di mulai pada umur 13 atau 14 tahun. Dalam masa remaja ini muncullah suatu "krisis identitas", yang berakhir entah dengan membawa suatu pembentukan identitas "Ego" yang mantap atau menghasilkan "rasa kehilangan diri" yang agak patologis. Erikson menyebut tahap ini suatu "krisis identitas", karena di sini kegagalan sementara berfungsi untuk menetapkan suatu identitas stabil. Bahaya kebingungan peran sosial harus diatasi, sehingga akhirnya dapat terjadi suatu perubahan perspektif radikal. Dalam krisis ini segala mekanisme psikososial dari identitas berlawanan, sehingga terjadi kekacauan peran yang menjadi bahaya khas periode ini dan menjadi masalah pokok yang dihadapi pemuda. Krisis yang paling berat dan paling berbahaya, karena penyelesaian yang gagal atau berhasil dari krisis identitas itu mempunyai akibat jauh untuk seluruh masa depan dari Ego dewasa, bahkan dari generasi-generasi anak yang berikut. Baru sesudah masa adolesensi yang harus memantapkan suatu identitas kuat, kita dapat berbicara tentang suatu Ego dewasa yang matang. Tanpa penetapan suatu identitas yang terintegrasi baik (tentu sebagai suatu kompromi yang relatif bebas konflik) manusia selama masa dewasanya akan mengalami kesulitan terus-menerus dan tetap akan dibebani dengan berbagai macam konflik yang mengacaukan dan membingungkan.
Erikson menguraikan masa adolesensi sebagai "periode lingkaran hidup di mana setiap pemuda harus menciptakan untuk dirinya sendiri suatu perspektif dan orientasi sentral, suatu kesatuan psikososial yang berfungsi baik dengan mengolah pengaruh sisa-sisa masa kanak-kanaknya dan harapan-harapan masa dewasa yang diantisipasinya ; dia harus menemukan suatu kesamaan yang berarti antara apa yang dapat dia lihat dalam dirinya sendiri dan bagaimana menurut kesadarannya yang lebih tajam orang lain menilainya dan mengharapkan dari padanya (young man Luther, halaman 12). Adolesensi merupakan tahap terakhir dari tahap masa kanak-kanak namun proses adolensensi itu baru betul-betul berakhir apabila individu menempatkan segala identifikasi yang baru, yang tercapai dalam kebersamaan yang amat mengasyikkan serta dalam masa belajar suatu keahlian yang berciri bersaing bersama dengan dan di tengah-tengah teman-teman sebaya. Maka periode adolesensi adalah masa di mana individu sangat terlibat dalam proses menentukan diri (yang sering diiringi dengan rasa takut dan ketegangan yang meningkat), di mana segala sasaran pribadi, tujuan sosial dan cita-cita antar pribadi harus diuji kembali dan diubah. Makna dari periode adolesensi ini terdapat dalam pergumulan keras untuk merebut identitasnya sendiri, yang sebenarnya tidak lain daripada usaha menyiapkan diri untuk kehidupan sebagai orang dewasa di mana si remaja harus mencari tempatnya sendiri yang dapat diakui oleh seluruh masyarakat.
Benar bahwa krisis adolesensi merupakan peralihan yang amat sukar dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sesudah orang berhasil dengan mudah untuk mensintesiskan segala pengalaman dan reaksi dari setiap tahap masa kanak terdahulu, maka dia harus meninggalkan masa kanak-kanak itu dan memilih satu tempat dalam dunai orang dewasa. Hal ini mengandaikan suatu kepekaan khusus pada perubahan sosial dan historis. Periode yang sulit dapat dicirikan sebagai berikut :
"Itulah periode kemurungan serta perasaan halus; periode dari pikiran gelisah dan badan lesu; masa rasa berambisi serta keinginan kuat untuk menjelajah dan mengenal segala kemungkinan, namun juga masa untuk bermuram terus-menerus dan berkeliaran; masa kebimbangan tak terduga antara keduniawian yang berlebihan dan kenaifan luas biasa; masa antara usaha menjadi lebih dewasa daripada orang dewasa sendiri lalu menjadi lebih bersifat kekanak-kanakan daripada anak-anak. Dan terutama, periode adolesensi ini adalah masa krisis penuh ketidak pastian apabila pemuda harus melibatkan diri (biasanya sesudah sekian banyak mengalami kegelisahan pada mulanya) dalam satu penentuan diri yang akan diakui oleh diri sendiri dan orang lain (L.W. Pye, dalam Psychoanalysis and History, halaman 158).
Apabila krisis identitas dilalui secara normal, timbul suatu identitas yang terintegrasi, koheren, dan jelas. Tentu identitas ini yang kebanyakan menjadi bagian terbesarnya positif, meskipun disertai pula oleh sisi gelapnya yakni "identitas negatif". Bagaimanapun kebingungan identitas ini mengakibatkan suasana ketakutan, ketidak pastian, ketegangan, isolasi, dan ketaksanggupan mengambil keputusan. "keadaan ini dapat menyebabkan si pemuda merasa terisolasi, kosong, cemas dan bimbang. Pemuda merasa bahwa dia harus mengambil keputusan penting, namun dia tidak sanggup berbuat demikian. adolesen dapat merasa bahwa masyarakat memaksa dia untuk mengambil keputusan, maka dia menjadi lebih bersifat menentang lagi. Para adolesen ini sangat prihatin pada masalah bagaimana orang-orang lain melihat mereka, dan mereka cenderung memamerkan keyakinan diri yang cukup tinggi dan memperlihatkan keadaan-keadaan maju pemunduran yang sewaktu-waktu terjadi ke arah keadaan infantil ternyata menjadi suatu alternatif yang baik bagi keterlibatan ruwet yang diharuskan darinya dalam satu masyarakat dewasa. Tingkah laku si remaja amat tidak konsisten dan tidak dapat diramalkan selama dalam keadaan kacau-balau itu. Pada suatu ketika dia merasa berat untuk melibatkan diri dalam pergaulan dengan satu orang pun karena dia merasa takut ditolak, dikecewakan, atau disesatkan. Tetapi pada saat lain, dia ingin menjadi seorang pengikut, pencinta, atau murid bagaimanapun akibat-akibat dari keterlibatan semacam itu" (C.S. Hall/G. Lindzey, Theories of Personality, halaman 96).
Tempat kritis khas dari masa adolesensi dalam keseluruhan lingkaran hidup ditunjukkan secara tepat oleh istilah "moratorium psikososial". Setiap masyarakat mengizinkan suatu periode "kosong" antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang resmi pada para adolesensinya :
"Suatu jangka waktu yang sesudahnya mereka bukan lagi anak-anak, tetapi sebelum perbuatan dan pekerjaan mereka dihitung sebagai sesuatu yang mengantar kepada identitas masa depannya" (Young Man Luther, halaman 43).
Jadi bahaya pada Fase Adelonsia yakni "Krisis Identitas" meliputi :
1. Kesadaran identitas atau kepastian diri ekstrem, yang dialami pemuda yang masih meraba-raba dan berusaha menemukan diri yang mantap, supaya dia dapat mengimbangi dan menyembunyikan ketakpasitan diri yang amat mendalam. Hal itu menjadi nyata dalam sifat malu-malu atau justru dalam sifat tak tahu malu pada pemuda.
2. Identitas negatif merupakan suatu ringkasan yang memuat semua hal yang termasuk kelompok identifikasi negatif atau segala hal yang anda tidak ingin menyerupai. Identitas negatif ini terdiri dari, misalnya, badan yang diperkosa atau dikebiri, kelompok etnis yang ditolak, minoritas yang diperas, dan sebagainya.
3. Kekacauan perspektif waktu yang disebabkan oleh kehilangan fungsi Ego, yang membeda-bedakan berbagai perspektif waktu dan memungkinkan harapan masa depan.
4. Pelumpuhan kerja atau gangguan kesanggupan berprestasi yang nampak entah dalam ketaksanggupan total untuk memusatkan perhatian pada kerja apa pun saja, atau dalam keasyikan melulu dengan hal yang selalu sama.
5. Kebingungan identitas dan kekacauan peran seperti yang telah saya bicarakan/singgung tadi.
6. Kebingungan biseksual yang merupakan ketakpasitan yang sangat mendalam dari pemuda yang tidak merasa diri jelas termasuk dalam kelompok jenis kelamin tertentu. Kebingungan seksualitas ganda ini gampang membawa pemuda kepada homoseksualitas atau juga penolakan keras terhadap segala seksualitas.
7. Kebingungan kewibawaan yang merupakan rasa tak sanggup untuk menaati atau memberi perintah begitu saja. Setiap situasi persaingan atau struktur hierarkis dalam hal kekuasaan atau kewibawaan menyebabkan orang itu menjadi panik.
8. Kekacauan ideologis yang akan terjadi pada seorang pemuda yang tidak dapat memilih dengan tegas suatu ideologi atau agama tertentu.

Dari Analisis Tersebut,
Perlulah kiranya memahami psikologi remaja yang sangat rentan terhadap "krisis identitas" guna menanggulangi kenakalan remaja, bisa jadi kondisi saat ini dimana kenakalan remaja saat diatasi disebabkan kita kurang memahami perkembangan psikologi pada remaja.
Judul Buku/Buletin : kaset TELAGA No. T056A
Penulis/Narasumber : --
Nama Mata Kuliah:Orientasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Kode Mata Kuliah:PPB 533
Semester:1
Jenjang:S1
Dosen:Dr. H. Ahman, M.Pd.
Pokok Bahasan:Mata kuliah ini membahas konsep dasar profesi dan konseling (BK), landasan formal BK di sekolah, perkembangan BK, gugus tugas profesi BK, model pendidikan konselor, profil konselor professional, dan organisasi profesi BK (Kurikulum, 1993).
I) Orientasi Perkuliahan
Membahas silabus perkuliahan dan mengakomodasi berbagai asukan dari mahasiswa untuk memberi kemungkinan revisi terhadap pokok bahasan yang dianggap tidak penting dan memasukkan pokok bahasan yang dianggap penting. Sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam silabus pada bagian ini juga dibahas mengenai tujuan, ruang lingkup, prosedur perkuliahan, penjelasan tentang tugas yang harus dilakukan mahasiswa, ujian yang harus diikuti termasuk jenis soal dan cara menyelesaikan/menjawab pertanyaan, dan sumber-sumber.
Membahas strategi pengembangan dan evaluasi Program BK di luar sekolah.

II) Konsep Profesi
Membahas pengertian dan ciri-ciri profesi secara umum
III) Konsep Profesi Bimbingan dan Konseling
Membahas pengertian dan ciri-ciri profesi bimbingan dan konseling
IV) Profesional, Profesionalisasi, Profesionalitas, dan Profesionalisme
Membahas konsep professional, profesionalisasi, profesionalitas, dan profesionalisme.
V) Identitas dan Potret Profesi Bimbingan dan Konseling Saat ini
Membahas identitas dan potret profesi bimbingan dan konseling di Luar Negeri dalam perspektif sejarah
VI) Identitas dan Potret Profesi Bimbingan dan Konseling Saat ini
Membahas identitas dan potret profesi bimbingan dan konseling di Indonesia dalam perspektif sejarah
VII) Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Membahas landasan teoretis, formal, dan operasional bimbingan dan konseling di TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan PT
VIII) UTS
IX) Bimbingan dan Konseling di Lingkungan Industri
Membahas landasan teoretis, formal, dan operasional bimbingan dan konseling di industri.
X) Bimbingan dan Konseling di Masyarakat
Membahas landasan teoretis, formal, dan operasional bimbingan dan konseling di Masyarakat.
XI) Gugus Tugas Profesi BK
Membahas gugus tugas profesi bimbingan dan onseling.
XII) Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Membahas Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling serta perkembangannya dari waktu ke waktu.
XIII) Model Pendidikan Konselor
Membahas pendidikan konselor yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dari waktu ke waktu
XIV) Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Membahas sejarah, perkembangan, dan peningkatan mutu organisasi profesi bimbingan dan konseling.
XV) Perbandingan antar Profesi (Konselor, Guru, Psikolog, Dokter, Pengacara, Pekerja Sosial)
Membahas hasil studi banding terhadap berbagai profesi yang ada.
XVI) UAS
TIU:-
TIK:-
Alokasi:16 kali pertemuan
Sumber:Abin Syamsuddin, (2000), Pengembangan Profesi Kependidikan, (Hand Out Perkulian), Pascasarjana UPI : Bandung.

Blocher, Donald, (1989), The Professional Counselor, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia

Kode Etik Psikolog Indonesia

Nandang Budiman, (1999), Orientasi Profesi Keguruan, (Diktat), PPB FIP UPI : Bandung.

Nugent, (1990), Introduction to The Profession of Counseling, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Petunjuk Pelaksana Bimbingan dan Konseling.

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Update Terakhir:2004-08-03
File:Download Silabus
Nama Mata Kuliah:Orientasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Kode Mata Kuliah:PPB 533
Semester:1
Jenjang:S1
Dosen: 1. Dr. H. Ahman, M.Pd. (0813)
2. Drs. Sudaryat Nurdin A. (1433)
3. Nandang Budiman,
Pokok Bahasan:Mata kuliah ini membahas konsep dasar profesi dan konseling (BK), landasan formal BK di sekolah, perkembangan BK, gugus tugas profesi BK, model pendidikan konselor, profil konselor professional, dan organisasi profesi BK (Kurikulum, 1993).
TIU:Selama mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diwajibkan mengikuti kegiatan :
1. ceramah, tanya jawab, dan diskusi kelas;
2. penyajian makalah;
3. pengembangan tinjauan kritis.
TIK:Keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan ini ditentukan oleh prestasi yang bersangkutan dalam:
1. Aktivitas di kelas (10%)
2. Penampilan Laporan Bab (15%)
3. Diskusi dan Laporan Perbandingan Profesi (10%)
4. UTS (20%)
5. UAS (30%)
6. Critical Review (15%)
Alokasi:16 kali pertemuan
Sumber:Abin Syamsuddin, (2000), Pengembangan Profesi Kependidikan, (Hand Out Perkulian), Pascasarjana UPI : Bandung.

Blocher, Donald, (1989), The Professional Counselor, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia

Kode Etik Psikolog Indonesia

Nandang Budiman, (1999), Orientasi Profesi Keguruan, (Diktat), PPB FIP UPI : Bandung.

Nugent, (1990), Introduction to The Profession of Counseling, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Petunjuk Pelaksana Bimbingan dan Konseling.

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Update Terakhir:2005-01-29
File:Download Silabus
Penerbit : --
Halaman : --

Yang disebut remaja adalah anak-anak yang berusia sekitar 11 -- 20 tahun. Masa remaja adalah masa pertumbuhan, jadi anak-anak remaja ini belum mencapai bentuk akhir dari tubuhnya.

Bagi remaja pria, pada waktu-waktu tertentu suaranya akan berubah sebagai bagian dari perubahan fisik yang khas bagi pria. Yang penting hal ini dirayakan, dalam pengertian dimengerti dan disambut. Jangan sampai si anak pria ini menjadi malu karena diolok-olok oleh orang tuanya, suaramu kok jadi begini, sebentar kecil, sebentar keras, sebentar tinggi, sebentar rendah, sebentar seperti perempuan, kok tidak pecah seperti pria lainnya. Hal seperti ini sebaiknya jangan dipermasalahkan oleh orang tua.

Remaja putri juga mengalami suatu perubahan yang besar ketika dia mengalami masa haidnya yang pertama. Perubahan yang paling utama dan yang pasti terjadi dalam diri remaja, baik yang putra maupun yang putri adalah terjadi perubahan hormonal. Di mana mulailah diproduksi hormon-hormon pria pada diri si anak atau remaja pria. Misalnya, hormon testosteron, akibat hormon ini remaja pria mengalami perubahan pada suaranya, juga perubahan pada bentuk tubuh dengan akan munculnya bagian-bagian tubuh yang sebelumnya tidak ada pada remaja putra. Tanda jelas lainnya adalah pada umumnya dengan adanya perubahan hormon tersebut, si remaja putra mulai mengembangkan rasa ketertarikan kepada lawan jenisnya, yaitu wanita. Dan rasa ingin dikagumi serta disukai oleh wanita ini adalah salah satu ciri yang dominan dalam perkembangan remaja putra. Sebenarnya, ini merupakan suatu masa yang unik bagi manusia yang menginjak usia remaja putri dan remaja putra. Karena menurut teori, dan memang kenyataannya kita lihat, secara fisik perempuan itu pada masa ini tinggi dan ukuran badannya bisa jauh lebih tinggi duluan daripada remaja putra.

Ada perbedaan antara remaja putra dan putri dalam hal siapa yang akan disukai. Remaja putri cenderung menyukai remaja putra yang matang, lebih besar, suaranya lebih berat, serta pikirannya juga lebih matang, dia akan memiliki daya tarik yang kuat. Karena kebanyakan remaja putri menyenangi figur-figur pria yang seperti itu.

Yang mungkin menjadi masalah adalah tidak semua remaja pria itu bisa bertumbuh tinggi dan juga tidak semua remaja putri itu tubuhnya langsing-langsing. Di sini peranan orang tua cukup penting.

  • Pertama, mereka harus peka, bahwa hal-hal yang bersifat fisik itu sangat berpengaruh dalam perkembangan jiwa remaja.
  • Kedua, yang kita tekankan kepadanya adalah bahwa yang akhirnya menjadi kunci keberhasilan dia diterima bukanlah bentuk tubuhnya, melainkan isi hatinya.

Mazmur 119:41,42 berkata, "Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu, supaya aku dapat memberi jawab kepada orang yang mencela aku, sebab aku percaya kepada firman-Mu."

Konsep diri yang benar bagi anak-anak remaja itu penting sekali. Dan konsep yang benar itu berasal dari pengenalan yang benar akan siapa Tuhannya. Tuhan adalah Tuhan yang mendatangkan kita atau mendatangi kita dengan kebaikan-Nya. Tuhan yang mengasihi kita dan menciptakan kita. Jadi, konsep diri itu jangan sampai berkisar dari firman Tuhan sehingga dikatakan aku bisa memberi jawab kepada orang yang mencela aku. Pada masa remaja, saya kira banyak celaan-celaan terhadap diri sendiri, ia harus percaya pada yang firman Tuhan katakan.

http://www.telaga.org/ringkasan.php?perkembangan_remaja_1.htm