Senin, 24 Maret 2008

perkembangan remaja


Perkembangan Remaja Putra-Putri (I)

Sumber Bahan
STUDY ANALISIS DI BALIK PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

Oleh : Kiko
Ketum HMI Komoisariat Warmadewa

Mungkin fakta bahwa saya seorang imigran di Amerika Serikat membuat saya merasakan bahwa permasalahan identitas menduduki tempat utama dalam semua gangguan yang kita hadapi masa kini, mereka, para imigran pertama-tama melepaskan segala identitas nasional yang lama pada skala sangat besar untuk dapat memperoleh satu negara baru.
Kata seorang psikonalis Erik H. Erikson, oleh masyarakat Amerika memberinya julukan "Guru Masa Kini". Bertolak dari uraian diatas bahwa. Konsep identitas dalam psikologi umumnya menunjuk kepada satu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi yang pada dasarnya tidak pernah terpisahkan meskipun terjadi perubahan-perubahan selama fase perkembangan hidup.
Orang yang dalam proses mencari identitas adalah orang yang ingin menentukan siapa dan bagaimana dia pada saat sekarang ini dan siapa atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang.
Jika ungkapan tersebut muncul pada diri seseorang baru pada saat itu manusia memperoleh suatu pandangan jelas tentang diri, tidak meragukan tentang identitas batinnya sendiri serta mengenal peraya dalam masyarakat, tetapi ini baru mungkin apabila ia sadar akan kelemahan dan kelebihan yang dia miliki seperti kesukaannya dan ketidak sukaannya, aspirasinya, tujuan masa depan yang di antisipasi dan perasaan bahwa dia dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya sendiri.
Pemuda sebagai Embrio Regenerasi suatu bangsa memiliki masa adelonsia dimana pemuda untuk pertama kali secara diminitif harus menentukan siapakah dan apakah dia ketika itu dan ingin menjadi siapa dan apa dia di masa depan, (Masa Adelonsia yang sangat kental terhadap "Krisis Identitas").
Identitas memiliki identifikasi sebagai suatu kesadaran yang dipertajam dan sebagai suatu kesatuan unik yang menjaga kesinambungan arti penjelasan di masa lampau bagi dirinya sendiri dengan orang lain. Menurut De Levita Aspek-aspek Identifikasi Identitas adalah :
- Identitas sebagai intisari seluruh kepribadian yang tetap tinggal sama walaupun berubah ketika menjadi tua serta dalam dunia sekitar.
- Identitas sebagai keserasian peran sosial yang pada prinsipnya dapat berubah dan berubah-ubah.
- Identitas sebagai "bagai hidupku sendiri" yang berkembang dalam tahap-tahap terdahulu dan menentukan bagaimana peran sosial itu dapat terwujud.
- Identitas sebagai suatu yang khas pada tahap Adelonsasi yang dapat berubah dan dipahami setelah setiap Adelonsasi.
- Identitas sebagai pengalaman subyektif.
- Identitas sebagai kesinambungan diri sendiri dengan orang lain.
Proses terjadinya identitas dapat diungkapkan juga secara abstrak. Identitas ialah suatu proses restrukturisasi segala identifikasi dan pengalaman terdahulu, seluruh identitas fragmeter baik dan buruk, atau positif negatif diolah dalam perspektif suatu masa depan yang diartisipasi, manusia merupakan identitasnya, apabila dia dapat menggabungkan pengalaman-pengalaman tersebut menjadi tatanan baru yang positif.
Tahap khas dari krisis identitas sebenarnya adalah masa Adelonsia, yaitu saat pemuda mencoba-coba dengan berbagai macam konfigurasi dari identitas positif dan negatif seperti mencoba mode berpakaian, mengikuti peran aktor atau artis yang disenangi untuk akhirnya menetapkan mana yang cocok. Karena masa Adelonsia adalah masa peralihan di finitif dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pendapat Eriksen tentang pembentukan identitas adalah : akhirnya pembentukan identitas pada saat identifikasi tidak dapat …… 187.
Dengan demikian penentuan identitas sesungguhnya baru bermula pada masa Adolensasi. Namun hal itu belum bisa menjadi patokan karena masih bersifat dinamis, selalu berkembang dan senantiasa berubah-ubah sepanjang hidup individu. Erikson juga berpendapat bahwa identitas pada hakikatnya bersifat "psikososial" karena pembentukan identitas memiliki hubungan timbal balik pada diri sendiri ditengah-tengah masyarakat. Freud berpendapat identitas adalah rasa kerasan, suatu konstruksi pada diri sendiri, yang mengikat individu itu pada anggota rasnya dan kelompoknya.
Jadi masalah identitas ialah masalah bagaimana suatu kesinambungan ditentukan antara masa lampau dan masa depan masyarakat, dimana identitas pemuda sebagai transformator kritis dari kedua masa sosial tadi. Identitasnya yang unik dalam diri sendiri, tetapi dia juga ingin tahu jenis manusia apakah dia, seorang Jerman, Amerika, atau Indonesia orang hitam atau putih, seorang pegawai, petani, pelajar atau seorang Maha guru dan sebagainya.
Sebagaimana telah dikatakan, tahap yang menentukan pembentukan identitas adalah masa adolesensi yang di mulai pada umur 13 atau 14 tahun. Dalam masa remaja ini muncullah suatu "krisis identitas", yang berakhir entah dengan membawa suatu pembentukan identitas "Ego" yang mantap atau menghasilkan "rasa kehilangan diri" yang agak patologis. Erikson menyebut tahap ini suatu "krisis identitas", karena di sini kegagalan sementara berfungsi untuk menetapkan suatu identitas stabil. Bahaya kebingungan peran sosial harus diatasi, sehingga akhirnya dapat terjadi suatu perubahan perspektif radikal. Dalam krisis ini segala mekanisme psikososial dari identitas berlawanan, sehingga terjadi kekacauan peran yang menjadi bahaya khas periode ini dan menjadi masalah pokok yang dihadapi pemuda. Krisis yang paling berat dan paling berbahaya, karena penyelesaian yang gagal atau berhasil dari krisis identitas itu mempunyai akibat jauh untuk seluruh masa depan dari Ego dewasa, bahkan dari generasi-generasi anak yang berikut. Baru sesudah masa adolesensi yang harus memantapkan suatu identitas kuat, kita dapat berbicara tentang suatu Ego dewasa yang matang. Tanpa penetapan suatu identitas yang terintegrasi baik (tentu sebagai suatu kompromi yang relatif bebas konflik) manusia selama masa dewasanya akan mengalami kesulitan terus-menerus dan tetap akan dibebani dengan berbagai macam konflik yang mengacaukan dan membingungkan.
Erikson menguraikan masa adolesensi sebagai "periode lingkaran hidup di mana setiap pemuda harus menciptakan untuk dirinya sendiri suatu perspektif dan orientasi sentral, suatu kesatuan psikososial yang berfungsi baik dengan mengolah pengaruh sisa-sisa masa kanak-kanaknya dan harapan-harapan masa dewasa yang diantisipasinya ; dia harus menemukan suatu kesamaan yang berarti antara apa yang dapat dia lihat dalam dirinya sendiri dan bagaimana menurut kesadarannya yang lebih tajam orang lain menilainya dan mengharapkan dari padanya (young man Luther, halaman 12). Adolesensi merupakan tahap terakhir dari tahap masa kanak-kanak namun proses adolensensi itu baru betul-betul berakhir apabila individu menempatkan segala identifikasi yang baru, yang tercapai dalam kebersamaan yang amat mengasyikkan serta dalam masa belajar suatu keahlian yang berciri bersaing bersama dengan dan di tengah-tengah teman-teman sebaya. Maka periode adolesensi adalah masa di mana individu sangat terlibat dalam proses menentukan diri (yang sering diiringi dengan rasa takut dan ketegangan yang meningkat), di mana segala sasaran pribadi, tujuan sosial dan cita-cita antar pribadi harus diuji kembali dan diubah. Makna dari periode adolesensi ini terdapat dalam pergumulan keras untuk merebut identitasnya sendiri, yang sebenarnya tidak lain daripada usaha menyiapkan diri untuk kehidupan sebagai orang dewasa di mana si remaja harus mencari tempatnya sendiri yang dapat diakui oleh seluruh masyarakat.
Benar bahwa krisis adolesensi merupakan peralihan yang amat sukar dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sesudah orang berhasil dengan mudah untuk mensintesiskan segala pengalaman dan reaksi dari setiap tahap masa kanak terdahulu, maka dia harus meninggalkan masa kanak-kanak itu dan memilih satu tempat dalam dunai orang dewasa. Hal ini mengandaikan suatu kepekaan khusus pada perubahan sosial dan historis. Periode yang sulit dapat dicirikan sebagai berikut :
"Itulah periode kemurungan serta perasaan halus; periode dari pikiran gelisah dan badan lesu; masa rasa berambisi serta keinginan kuat untuk menjelajah dan mengenal segala kemungkinan, namun juga masa untuk bermuram terus-menerus dan berkeliaran; masa kebimbangan tak terduga antara keduniawian yang berlebihan dan kenaifan luas biasa; masa antara usaha menjadi lebih dewasa daripada orang dewasa sendiri lalu menjadi lebih bersifat kekanak-kanakan daripada anak-anak. Dan terutama, periode adolesensi ini adalah masa krisis penuh ketidak pastian apabila pemuda harus melibatkan diri (biasanya sesudah sekian banyak mengalami kegelisahan pada mulanya) dalam satu penentuan diri yang akan diakui oleh diri sendiri dan orang lain (L.W. Pye, dalam Psychoanalysis and History, halaman 158).
Apabila krisis identitas dilalui secara normal, timbul suatu identitas yang terintegrasi, koheren, dan jelas. Tentu identitas ini yang kebanyakan menjadi bagian terbesarnya positif, meskipun disertai pula oleh sisi gelapnya yakni "identitas negatif". Bagaimanapun kebingungan identitas ini mengakibatkan suasana ketakutan, ketidak pastian, ketegangan, isolasi, dan ketaksanggupan mengambil keputusan. "keadaan ini dapat menyebabkan si pemuda merasa terisolasi, kosong, cemas dan bimbang. Pemuda merasa bahwa dia harus mengambil keputusan penting, namun dia tidak sanggup berbuat demikian. adolesen dapat merasa bahwa masyarakat memaksa dia untuk mengambil keputusan, maka dia menjadi lebih bersifat menentang lagi. Para adolesen ini sangat prihatin pada masalah bagaimana orang-orang lain melihat mereka, dan mereka cenderung memamerkan keyakinan diri yang cukup tinggi dan memperlihatkan keadaan-keadaan maju pemunduran yang sewaktu-waktu terjadi ke arah keadaan infantil ternyata menjadi suatu alternatif yang baik bagi keterlibatan ruwet yang diharuskan darinya dalam satu masyarakat dewasa. Tingkah laku si remaja amat tidak konsisten dan tidak dapat diramalkan selama dalam keadaan kacau-balau itu. Pada suatu ketika dia merasa berat untuk melibatkan diri dalam pergaulan dengan satu orang pun karena dia merasa takut ditolak, dikecewakan, atau disesatkan. Tetapi pada saat lain, dia ingin menjadi seorang pengikut, pencinta, atau murid bagaimanapun akibat-akibat dari keterlibatan semacam itu" (C.S. Hall/G. Lindzey, Theories of Personality, halaman 96).
Tempat kritis khas dari masa adolesensi dalam keseluruhan lingkaran hidup ditunjukkan secara tepat oleh istilah "moratorium psikososial". Setiap masyarakat mengizinkan suatu periode "kosong" antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang resmi pada para adolesensinya :
"Suatu jangka waktu yang sesudahnya mereka bukan lagi anak-anak, tetapi sebelum perbuatan dan pekerjaan mereka dihitung sebagai sesuatu yang mengantar kepada identitas masa depannya" (Young Man Luther, halaman 43).
Jadi bahaya pada Fase Adelonsia yakni "Krisis Identitas" meliputi :
1. Kesadaran identitas atau kepastian diri ekstrem, yang dialami pemuda yang masih meraba-raba dan berusaha menemukan diri yang mantap, supaya dia dapat mengimbangi dan menyembunyikan ketakpasitan diri yang amat mendalam. Hal itu menjadi nyata dalam sifat malu-malu atau justru dalam sifat tak tahu malu pada pemuda.
2. Identitas negatif merupakan suatu ringkasan yang memuat semua hal yang termasuk kelompok identifikasi negatif atau segala hal yang anda tidak ingin menyerupai. Identitas negatif ini terdiri dari, misalnya, badan yang diperkosa atau dikebiri, kelompok etnis yang ditolak, minoritas yang diperas, dan sebagainya.
3. Kekacauan perspektif waktu yang disebabkan oleh kehilangan fungsi Ego, yang membeda-bedakan berbagai perspektif waktu dan memungkinkan harapan masa depan.
4. Pelumpuhan kerja atau gangguan kesanggupan berprestasi yang nampak entah dalam ketaksanggupan total untuk memusatkan perhatian pada kerja apa pun saja, atau dalam keasyikan melulu dengan hal yang selalu sama.
5. Kebingungan identitas dan kekacauan peran seperti yang telah saya bicarakan/singgung tadi.
6. Kebingungan biseksual yang merupakan ketakpasitan yang sangat mendalam dari pemuda yang tidak merasa diri jelas termasuk dalam kelompok jenis kelamin tertentu. Kebingungan seksualitas ganda ini gampang membawa pemuda kepada homoseksualitas atau juga penolakan keras terhadap segala seksualitas.
7. Kebingungan kewibawaan yang merupakan rasa tak sanggup untuk menaati atau memberi perintah begitu saja. Setiap situasi persaingan atau struktur hierarkis dalam hal kekuasaan atau kewibawaan menyebabkan orang itu menjadi panik.
8. Kekacauan ideologis yang akan terjadi pada seorang pemuda yang tidak dapat memilih dengan tegas suatu ideologi atau agama tertentu.

Dari Analisis Tersebut,
Perlulah kiranya memahami psikologi remaja yang sangat rentan terhadap "krisis identitas" guna menanggulangi kenakalan remaja, bisa jadi kondisi saat ini dimana kenakalan remaja saat diatasi disebabkan kita kurang memahami perkembangan psikologi pada remaja.
Judul Buku/Buletin : kaset TELAGA No. T056A
Penulis/Narasumber : --
Nama Mata Kuliah:Orientasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Kode Mata Kuliah:PPB 533
Semester:1
Jenjang:S1
Dosen:Dr. H. Ahman, M.Pd.
Pokok Bahasan:Mata kuliah ini membahas konsep dasar profesi dan konseling (BK), landasan formal BK di sekolah, perkembangan BK, gugus tugas profesi BK, model pendidikan konselor, profil konselor professional, dan organisasi profesi BK (Kurikulum, 1993).
I) Orientasi Perkuliahan
Membahas silabus perkuliahan dan mengakomodasi berbagai asukan dari mahasiswa untuk memberi kemungkinan revisi terhadap pokok bahasan yang dianggap tidak penting dan memasukkan pokok bahasan yang dianggap penting. Sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam silabus pada bagian ini juga dibahas mengenai tujuan, ruang lingkup, prosedur perkuliahan, penjelasan tentang tugas yang harus dilakukan mahasiswa, ujian yang harus diikuti termasuk jenis soal dan cara menyelesaikan/menjawab pertanyaan, dan sumber-sumber.
Membahas strategi pengembangan dan evaluasi Program BK di luar sekolah.

II) Konsep Profesi
Membahas pengertian dan ciri-ciri profesi secara umum
III) Konsep Profesi Bimbingan dan Konseling
Membahas pengertian dan ciri-ciri profesi bimbingan dan konseling
IV) Profesional, Profesionalisasi, Profesionalitas, dan Profesionalisme
Membahas konsep professional, profesionalisasi, profesionalitas, dan profesionalisme.
V) Identitas dan Potret Profesi Bimbingan dan Konseling Saat ini
Membahas identitas dan potret profesi bimbingan dan konseling di Luar Negeri dalam perspektif sejarah
VI) Identitas dan Potret Profesi Bimbingan dan Konseling Saat ini
Membahas identitas dan potret profesi bimbingan dan konseling di Indonesia dalam perspektif sejarah
VII) Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Membahas landasan teoretis, formal, dan operasional bimbingan dan konseling di TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dan PT
VIII) UTS
IX) Bimbingan dan Konseling di Lingkungan Industri
Membahas landasan teoretis, formal, dan operasional bimbingan dan konseling di industri.
X) Bimbingan dan Konseling di Masyarakat
Membahas landasan teoretis, formal, dan operasional bimbingan dan konseling di Masyarakat.
XI) Gugus Tugas Profesi BK
Membahas gugus tugas profesi bimbingan dan onseling.
XII) Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Membahas Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling serta perkembangannya dari waktu ke waktu.
XIII) Model Pendidikan Konselor
Membahas pendidikan konselor yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dari waktu ke waktu
XIV) Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Membahas sejarah, perkembangan, dan peningkatan mutu organisasi profesi bimbingan dan konseling.
XV) Perbandingan antar Profesi (Konselor, Guru, Psikolog, Dokter, Pengacara, Pekerja Sosial)
Membahas hasil studi banding terhadap berbagai profesi yang ada.
XVI) UAS
TIU:-
TIK:-
Alokasi:16 kali pertemuan
Sumber:Abin Syamsuddin, (2000), Pengembangan Profesi Kependidikan, (Hand Out Perkulian), Pascasarjana UPI : Bandung.

Blocher, Donald, (1989), The Professional Counselor, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia

Kode Etik Psikolog Indonesia

Nandang Budiman, (1999), Orientasi Profesi Keguruan, (Diktat), PPB FIP UPI : Bandung.

Nugent, (1990), Introduction to The Profession of Counseling, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Petunjuk Pelaksana Bimbingan dan Konseling.

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Update Terakhir:2004-08-03
File:Download Silabus
Nama Mata Kuliah:Orientasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Kode Mata Kuliah:PPB 533
Semester:1
Jenjang:S1
Dosen: 1. Dr. H. Ahman, M.Pd. (0813)
2. Drs. Sudaryat Nurdin A. (1433)
3. Nandang Budiman,
Pokok Bahasan:Mata kuliah ini membahas konsep dasar profesi dan konseling (BK), landasan formal BK di sekolah, perkembangan BK, gugus tugas profesi BK, model pendidikan konselor, profil konselor professional, dan organisasi profesi BK (Kurikulum, 1993).
TIU:Selama mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diwajibkan mengikuti kegiatan :
1. ceramah, tanya jawab, dan diskusi kelas;
2. penyajian makalah;
3. pengembangan tinjauan kritis.
TIK:Keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan ini ditentukan oleh prestasi yang bersangkutan dalam:
1. Aktivitas di kelas (10%)
2. Penampilan Laporan Bab (15%)
3. Diskusi dan Laporan Perbandingan Profesi (10%)
4. UTS (20%)
5. UAS (30%)
6. Critical Review (15%)
Alokasi:16 kali pertemuan
Sumber:Abin Syamsuddin, (2000), Pengembangan Profesi Kependidikan, (Hand Out Perkulian), Pascasarjana UPI : Bandung.

Blocher, Donald, (1989), The Professional Counselor, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia

Kode Etik Psikolog Indonesia

Nandang Budiman, (1999), Orientasi Profesi Keguruan, (Diktat), PPB FIP UPI : Bandung.

Nugent, (1990), Introduction to The Profession of Counseling, Mc. Millan Publishing Co. : New York.

Petunjuk Pelaksana Bimbingan dan Konseling.

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Update Terakhir:2005-01-29
File:Download Silabus
Penerbit : --
Halaman : --

Yang disebut remaja adalah anak-anak yang berusia sekitar 11 -- 20 tahun. Masa remaja adalah masa pertumbuhan, jadi anak-anak remaja ini belum mencapai bentuk akhir dari tubuhnya.

Bagi remaja pria, pada waktu-waktu tertentu suaranya akan berubah sebagai bagian dari perubahan fisik yang khas bagi pria. Yang penting hal ini dirayakan, dalam pengertian dimengerti dan disambut. Jangan sampai si anak pria ini menjadi malu karena diolok-olok oleh orang tuanya, suaramu kok jadi begini, sebentar kecil, sebentar keras, sebentar tinggi, sebentar rendah, sebentar seperti perempuan, kok tidak pecah seperti pria lainnya. Hal seperti ini sebaiknya jangan dipermasalahkan oleh orang tua.

Remaja putri juga mengalami suatu perubahan yang besar ketika dia mengalami masa haidnya yang pertama. Perubahan yang paling utama dan yang pasti terjadi dalam diri remaja, baik yang putra maupun yang putri adalah terjadi perubahan hormonal. Di mana mulailah diproduksi hormon-hormon pria pada diri si anak atau remaja pria. Misalnya, hormon testosteron, akibat hormon ini remaja pria mengalami perubahan pada suaranya, juga perubahan pada bentuk tubuh dengan akan munculnya bagian-bagian tubuh yang sebelumnya tidak ada pada remaja putra. Tanda jelas lainnya adalah pada umumnya dengan adanya perubahan hormon tersebut, si remaja putra mulai mengembangkan rasa ketertarikan kepada lawan jenisnya, yaitu wanita. Dan rasa ingin dikagumi serta disukai oleh wanita ini adalah salah satu ciri yang dominan dalam perkembangan remaja putra. Sebenarnya, ini merupakan suatu masa yang unik bagi manusia yang menginjak usia remaja putri dan remaja putra. Karena menurut teori, dan memang kenyataannya kita lihat, secara fisik perempuan itu pada masa ini tinggi dan ukuran badannya bisa jauh lebih tinggi duluan daripada remaja putra.

Ada perbedaan antara remaja putra dan putri dalam hal siapa yang akan disukai. Remaja putri cenderung menyukai remaja putra yang matang, lebih besar, suaranya lebih berat, serta pikirannya juga lebih matang, dia akan memiliki daya tarik yang kuat. Karena kebanyakan remaja putri menyenangi figur-figur pria yang seperti itu.

Yang mungkin menjadi masalah adalah tidak semua remaja pria itu bisa bertumbuh tinggi dan juga tidak semua remaja putri itu tubuhnya langsing-langsing. Di sini peranan orang tua cukup penting.

  • Pertama, mereka harus peka, bahwa hal-hal yang bersifat fisik itu sangat berpengaruh dalam perkembangan jiwa remaja.
  • Kedua, yang kita tekankan kepadanya adalah bahwa yang akhirnya menjadi kunci keberhasilan dia diterima bukanlah bentuk tubuhnya, melainkan isi hatinya.

Mazmur 119:41,42 berkata, "Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu, supaya aku dapat memberi jawab kepada orang yang mencela aku, sebab aku percaya kepada firman-Mu."

Konsep diri yang benar bagi anak-anak remaja itu penting sekali. Dan konsep yang benar itu berasal dari pengenalan yang benar akan siapa Tuhannya. Tuhan adalah Tuhan yang mendatangkan kita atau mendatangi kita dengan kebaikan-Nya. Tuhan yang mengasihi kita dan menciptakan kita. Jadi, konsep diri itu jangan sampai berkisar dari firman Tuhan sehingga dikatakan aku bisa memberi jawab kepada orang yang mencela aku. Pada masa remaja, saya kira banyak celaan-celaan terhadap diri sendiri, ia harus percaya pada yang firman Tuhan katakan.

http://www.telaga.org/ringkasan.php?perkembangan_remaja_1.htm